Selasa, 29 September 2009

Kesetiaan membawa Kemenangan dan Kemuliaan


“Kesetiaan? Ah kuno, wong sekarang ini orang banyak selingkuh koq, terus kalo ga korupsi juga ga kaya-kaya…ente pasti bercanda!”. Mungkin kita kadang berpikir demikian dalam hati atau berkata demikian saat berbicara tentang nilai kesetiaan kepada seorang teman. Ya, tapi kenyataannya dunia telah morat-marit, kacau balau, karena tidak adanya kesetiaan. Dunia sedang krisis kesetiaan, lebih tepatnya kesetiaan kepada kebenaran.

Begitu banyak luka batin karena penghianatan janji pernikahan setiap hari, misalnya. Perceraian tidaklah menyelesaikan masalah, bahkan akan menyebabkan masalah baru, luka batin baru, anak-anakpun ikut menderita luka batin yang dalam. Berapa trilliun yang dikorupsi pertahun oleh orang-orang yang tidak setia? Semua bentuk ketidak-setiaan membawa pada kesengsaraan dan malapetaka!

Mungkin orang setia, tetapi kesetiaannya salah, bukan kepada kebenaran tetapi malah kepada hal yang menyimpang. Lalu istilah kesetiaan tidak pada tempatnya, tetapi istilah yang tepat untuk itu adalah sebaliknya “pengkhianatan”.

Steven Covey dalam bukunya “Principle Centered Leadership” menekankan perlunya kesetiaan kepada prinsip-prinsip yang benar. Dalam bukunya “the eighth habit”, beliau juga menekankan pribadi yang agung yang menjunjung tinggi kesetiaan.

Tuhan sangat menghargai kesetiaan, karena Dia sendiri setia “dulu, sekarang dan selamanya”. Dia juga menginginkan kita setia, taat, patuh pada FirmanNya, kebenaran yang membawa pada kehidupan yang sesungguhnya.

Tuhan sangat menghargai kesetiaan para malaikatNya, dan memberi mereka penghargaan yang besar atas kesetiaan itu. Santo Michael, Santo Gabriel dan Santo Rafael, adalah tiga malaikan agung yang diberi kemuliaan besar oleh Tuhan.

Sebaliknya Lucifer si malaikat yang berkhianat dan tidak setia telah dijatuhkan ke tempat yang rendah dengan hukuman kekal yang sangat mengerikan. Dan Lucifer dengan pasukannya selalu saja menggoda manusia untuk mengikutinya, untuk tidak setia.

Apakah kita mau tetap setia? Semoga Tuhan memberi kita kekuatan untuk tetap setia!


Ditulis pada Pesta Malaikat Agung St Michael, Gabriel dan Rafael

Manuntun Sitinjak

Senin, 28 September 2009

Yang Terbesar , Yang Melayani


Jika berbicara mengenai “yang terbesar”, biasanya orang akan terpikir dengan pemimpin, presiden, pejabat, leader dan sejenisnya. Pandangan ini tentunya tidak salah, alias benar. Tapi jika kita berbicara dengan “yang melayani”, kita pasti berbikir dengan office boy, pembantu rumah tangga, pelayan toko, waitress dan sebagainya.
Dalam banyak hal dalam kehidupan manusia, memang yang terbesarlah yang dilayani dan bukan yang melayani. Lalu apa yang terjadi? Muncullah istilah bos, yang maunya dilayani. Lebih disayangkan lagi, bos mulai banyak maunya.

Coba kita pikirkan, kita menikmati banyak hal secara gratis, katakan saja yang palin mendasar adalah udara bebas yang kita hirup setiap saat. Udara tersedia bagi kita, berarti ada yang menyediakan, ada yang melayani. Lalu siapa yang memberikan pelayanan itu? Pastilah Dia sang Maha Pencipta, yang melayani kita dengan penuh kasih. Dialah Yang Terbesar dalam arti yang sesungguhnya.

Nah, bagaimana sekarang, apakah kita mau menjadi pelayan? Jika kita mau menjadi yang terbesar secara personal, maupun secara organisasi, maka kita harus rela melayani, bahkan bukan sekedar melayani, tetapi “melayani dengan penuh kegairahan”.

Selamat menjadi yang terbesar dengan menjadi pelayan bagi semuanya.

Salam,
Stefanus Manuntun Sitinjak