Jumat, 18 Juli 2008

Tanah Semacam Apakah Saya?

Apakah saya tanah di pinggir jalan, tanah tipis di atas batu, tanah yang ditumbuhi rumput dan duri ataukah tanah yang baik? (Mat 13: 1-23)

Demikianlah Yesus menyampaikan perumpamaan tentang firman yang diibaratkan sebagai benih, dan manusia yang mendengar firman itu sebagai tanah .

Penjelasan Yesus kepada para murid menegaskan bahwa benih yang jaruh di pinggir jalan adalah firman yang disampaikan kepada orang, namun tidak memahaminya atau tidak berusaha memahaminya sehingga tidak pernah tumbuh sama sekali. Benih yang tumbuh di tanah berbatu adalah orang yang mendengar kemudian begitu senang, tetapi ketika penindasan atau pengucilan datang karena firman itu, maka dengan mudah dia akan murtad.

Benih yang tumbuh di tengah semak duri adalah orang yang mendengarkan firman, bertumbuh sebentar, namun kekuatiran dan nafsu kekayaan duniawi menghimpitnya sehingga firman itu tidak pernah berbuah. Dan yang terakhir adalah benih yang jatuh di tabah yang baik yakni orang yang mendengarkan firman, berusaha memahaminya dan tentu saja melaksanakannya. Buah yang dihasilkan adalah berupa pikiran, perkataan dan perbuatan baik yang dilaksanakan hanya demi kemuliaan nama Tuhan, sehingga banyaklah jiwa-jiwa yang terselamatkan oleh karyaNya dan nama Tuhan semakin ditinggikan.

Setelah mendengarkan bacaan itu pada misa ketiga hari Minggu lalu 13 Juli 2008 di gereja Paroki Keluarga Kudus Cibinong, sayapun bertanya kepada diri sendiri, tanah seperti apakah saya? Yang jelas belum menjadi tanah yang baik.

Menurut hemat saya, jenis-jenis tanah yang dijelaskan Yesus merupakan tingkatan kemauan seseorang untuk memahami dan melaksanakan firman Tuhan. Tentu saja setiap kita, sebagai murid Yesus, harus selalu berusaha seperti tanah yang baik dan berbuah seratus kali atau seribu kali lipat. Namun permasalahan duniawi, kesulitan ekonomi, nafsu dan keinginan duniawi yang seringkali mengemuka, kita sadari atau tidak telah menjadi duri-duri yang menghimpit pertumbuhan iman kita.

Namun sesungguhnya, tingkat keberhasilan usaha kita untuk keluar dari himpitan tersebut akan sangat tergantung kepada sikap iman kita. Bila kita berserah kepada Tuhan dan mengatakan dengan sepenuh hati “Jadilah kehendakMu atas hidupku”, maka pikiran kita akan lebih terbuka dan hati kita akan dikuasai oleh kebaikan Allah. Sebab hanya di dalam Yesuslah kita akan berbuah. Kita tidak pernah dapat berbuah dengan kemampuan kita sendiri (Yoh 15:1-8).

Sesungguhnya setiap orang hadir di dunia telah direncanakan oleh Tuhan, dan rencanaNya itulah yang terbaik. Untuk itu sudah sepatutnya bila kita senantiasa berserah kepada Tuhan dan menerima KehendakNya dalam hidup kita. Hanya dengan cara itulah kita akan berbuah banyak, seperti yang difirmankan oleh Yesus.

Saya jadi teringat dengan sebuah doa di dalam buku Puji Syukur oleh Charles de Foucauld:

”Bapa kuserahkan diriku ke dalam tanganMu. Lakukanlah atas diriku apa yang Kaukehendaki. Apapun yang Kauperbuat, aku bersyukur kepadaMu. Aku siap untuk segalanya. Biarlah hanya kehendakMu yang terlaksana dalam dalam diriku dan dalam semua ciptaanMu.

Itulah, ya Tuhan, yang kuharapkan, tidada yang lain. Kedalam tanganMu kuserahkan nyawaku, kepadaMu kupersembahkan hidupKu dengan segenap cinta yang membara dalam hatiku, sebab aku mencintaiMu, ya Tuhan. Oleh karena itu kuberikan diriku, kuserahkan diriku ke dalam tanganMu, tanpa syarat dan dengan kepercayaan tapa batas, sebab Engkau adalah Bapaku (Amin).”

Semoga demikian.

Ditulis oleh: Stefanus M Sitinjak (Umat Lingkungan St Louis, PKKC)